Apa Keuntungan dan Risiko Pemasaran Influencer Dalam Era Digital?

Pemasaran Influencer

Kini, pemasaran influencer dalam era digital atau influencer marketing lazim dilakukan banyak perusahaan. Bila tahu strateginya, hasil yang kamu dapat akan memuaskan. Bila tidak, pasti ada yang harus kamu benahi.

Pemasaran Influencer

Sekilas Mengenai Pemasaran Influencer Dalam Era Digital

Pemasaran influencer sendiri adalah strategi pemasaran suatu brand atau produk dengan bantuan jasa influencer digital. Seorang influencer biasanya merupakan sosok terkenal di media sosial dan mempunyai kemampuan memengaruhi para pengikutnya. Kehadiran sosok mereka di media sosial begitu kuat. Karenanya, mereka bisa mengajak pengikut mempercayai hingga membeli produk atau jasa yang mereka promosikan.

Keuntungan Pemasaran Influencer Dalam Era Digital

Pemasaran influencer dalam era digital mempunyai berbagai keuntungan, seperti:

  1. Membantu mendapatkan dan meraih audience yang relevan

Tentu saja, kamu tidak sekadar memilih influencer yang sedang trending atau viral. Pilihlah mereka yang profilnya sesuai atau relevan dengan produk yang mau kamu promosikan. 

Contoh: promosi restoran pasti membutuhkan food and travel blogger/vlogger. Dengan konten berupa visual dan caption menarik, maka pengikut bisa tergugah untuk mencoba menu restoran tersebut.

Influencer yang jam terbangnya sudah tinggi pasti tahu cara menarik minat pengikutnya.

  1. Membantu membangun kepercayaan serta kredibilitas perusahaan atau brand

Influencer profesional akan meyakinkan para pengikut mereka untuk percaya dengan kredibilitas perusahaan atau brand yang mereka promosikan. Terlebih lagi, si influencer sudah punya keahlian di atas rata-rata dan langsung tanggap dengan konsep promosi yang kamu ajukan.

Mayoritas followers mudah percaya dengan yang dilakukan dan disarankan oleh influencer. Makanya, banyak perusahaan yang memanfaatkan jasa mereka dalam mempromosikan dan memasarkan produk mereka.

  1. Mengurangi pemakaian jasa marketer atau sales

Jangan salah, ini tidak sama dengan berhenti menggunakan jasa marketer atau sales sama sekali. Meskipun sudah berada di era digital, peran mereka masih dibutuhkan dalam memasarkan produk. 

Meskipun influencer mendominasi peran sebagai pemasar, marketer dan sales bertugas menjangkau sasaran yang belum tentu bisa dicapai influencer secara langsung. Contoh: calon pelanggan potensial yang tidak bermain media sosial.

Dengan memanfaatkan jasa influencer, maka perusahaan dapat memangkas banyak elemen. Kamu jadi bisa memangkas waktu, proses pemasaran, hingga dana yang dikeluarkan.

  1. Kreativitas tingkat tinggi influencer dalam pembuatan konten

Influencer (terutama yang sudah punya jam terbang tinggi) biasanya punya ciri khas sendiri dalam membuat konten. Apa pun brand produk atau jasa yang mau dipromosikan, mereka lazim memiliki kreativitas tingkat tinggi.

Misalnya: influencer dapat menggunakan teknik bercerita secara visual, audiovisual, dan apa pun yang akan membuat brand makin menarik. Bila produk termasuk yang dicoba oleh influencer, mereka dapat membuat konten yang tidak seperti iklan. Namun, mereka bisa menampilkannya seperti pengalaman pribadi dengan produk tersebut. Para pengikut dapat lebih tergugah dengan rekomendasi influencer secara langsung.

  1. Para pengikut menjadi audience yang ikut terlibat secara aktif

Followers influencer biasanya terlibat secara aktif dengan konten yang disajikan influencer. Terlebih lagi, influencer dengan jam terbang tinggi biasanya sudah punya basis pengikut yang bertahan lama alias setia. Mereka ikut berpartisipasi setiap kali ada konten dari influencer kesayangan mereka yang konsisten, relevan, dan autentik.

Karena itulah, berkolaborasi dengan influencer lazim dilakukan banyak perusahaan saat ini. Biasanya, pengikut influencer cenderung memberikan tanggapan positif, entah itu berupa membagi ulang, berkomentar, menyukai, dan bahkan ikut membeli produk yang tengah dipromosikan.

Risiko Pemasaran Influencer Dalam Era Digital

Meskipun pemasaran influencer dalam era digital terbukti memberikan keuntungan, sayangnya, ada juga risiko yang harus kamu hadapi. Berbagai risiko tersebut termasuk:

  1. Tidak semua influencer bertabiat baik dan bisa bersikap profesional

Namanya juga manusia biasa, pastinya ada kekurangan. Bila kesalahan yang mereka perbuat benar-benar tidak disengaja, mungkin kamu masih akan memaafkan mereka bila mereka tetap berusaha memperbaikinya.

Sayangnya, banyak juga influencer yang mempunyai tabiat buruk, meskipun jumlah pengikut mereka (sayangnya) banyak. Bukannya menjangkau dan mendapatkan audience yang relevan, malah reputasi brand yang jadi taruhan.

Makanya, sekalinya influencer ketahuan berbuat buruk, perusahaan otomatis akan memutus kontrak mereka. Misalnya: influencer ketahuan merundung orang lain yang tidak mereka sukai lewat japri (jaringan pribadi). Korban yang tidak terima kemudian membagi screenshot hasil interaksi negatif mereka ke publik sehingga terjadilah cancel culture.

Tidak hanya pengikut yang melakukan cancel culture, brand atau perusahaan yang menyewa jasa mereka juga bisa melakukannya. Setelah itu, mau tak mau brand terpaksa berusaha memulihkan citra dan reputasi mereka yang terlanjur dirusak oleh si influencer.

  1. Bila influencer berbuat salah, dampaknya akan merusak citra dan reputasi brand atau perusahaan

Seperti yang telah disebutkan di poin sebelumnya, kesalahan influencer akan memengaruhi citra dan reputasi brand yang mereka promosikan. Misalnya: influencer ternyata tersandung kasus kriminal. Sama seperti tabiat buruk, hal ini akan berakibat turunnya pamor brand yang mereka promosikan.

Perusahaan terpaksa harus bekerja keras memulihkan nama mereka, dan itu bukan perkara mudah. Terlebih lagi, cancel culture termasuk praktik lazim. Sekalinya publik sudah antipati, akan susah meyakinkan mereka untuk membeli produkmu kembali.

  1. Ketergantungan akut pada influencer

Pemasaran influencer dalam era digital dapat bermasalah bila brand atau perusahaan terlalu tergantung pada ketersediaan influencer. Namanya juga manusia biasa. Bagaimana bila suatu saat influencer mempunyai perubahan pendapat atau pandangan hidup yang berseberangan dengan brand kamu?

Nah, untuk mengatasi masalah ini, tidak ada salahnya kamu mempersiapkan cadangan. Setidaknya, untuk satu brand yang mau kamu promosikan, pilih satu influencer utama dan dua atau tiga influencer cadangan.

  1. Tidak semua influencer punya atau menghargai keaslian atau nilai autentisitas konten

Inilah yang membuatmu wajib jeli dalam menyeleksi influencer untuk mempromosikan brand kamu. Ya, memang influencer dengan jam terbang tinggi umumnya kreatif dan tahu cara membuat konten promosi yang unik atau “lain daripada yang lain”.

Pernah mendengar pepatah “there’s nothing new under the sun anymore”? Ya, sayangnya ini berlaku juga di kalangan influencer. Ada juga yang ternyata suka melakukan plagiasi dari konten orang lain. Bahkan, tanpa malu-malu mereka mengakui bahwa mereka hanya “terinspirasi” dari konten milik orang lain.

  1. Kadang target audience lewat data para pengikut influencer kurang akurat

Bila influencer mempunyai target audience yang cukup niche (yaitu pada topik yang lebih spesifik), maka mungkin akan lebih mudah bagimu menemukan target pasarmu lewat rata-rata followers mereka.

Sayangnya, kamu tidak bisa mengendalikan jumlah maupun asal followers mereka. Bisa jadi, tidak semua pengikut si influencer termasuk segmen pasar produk yang mau kamu promosikan. Untuk itu, hindari terlalu tergantung pada data keseluruhan para followers tanpa mencari setidaknya beberapa alternatif lain. Belum tentu semua followers berminat dengan produkmu.

Kesimpulan

Pemasaran influencer dalam era digital memang sekilas mudah, tetapi banyak juga tantangannya. Jangan sampai salah pilih influencer atau bisa fatal akibatnya. Influencer yang tepat akan memajukan brand atau nama perusahaanmu.

Never miss any important news. Subscribe to our newsletter.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan lewatkan informasi terbaru dari kami. Silakan berlangganan buletin kami.

Recent News

Editor's Pick