Krisis Pangan Global dan Penyebabnya

Krisis Pangan

Dengan dunia yang tengah dilanda konflik dan cuaca yang tidak menentu, krisis menjadi sebuah keniscayaan. Selain krisis kemanusiaan, konflik menyebabkan dan memperparah krisis makanan yang disebabkan oleh cuaca dan kekeringan. Dunia belum mampu berbuat banyak selain memberikan bantuan donasi.

Laporan Global tentang Krisis Pangan, atau yang dikenal sebagai The Global Report on Food Crises (GRFC), pada 2023 ini juga menampilkan kenyataan pahit tentang krisis makanan. 

Dengan adanya konflik, serta lonjakan ekonomi dan cuaca ekstrem yang terus berjalan, itu telah membawa dampak pada orang-orang yang tidak berdaya. Akibatnya, jutaan manusia masih menderita akibat kelaparan dan kekurangan nutrisi saat ini.

Laporan tersebut juga memberikan informasi terkait kegentingan keamanan pangan yang sangat akut terjadi di tahun tersebut. Laporan tersebut memaparkan informasi sejak Januari hingga Agustus dan memberikan laporan terbaru tentang kondisi buruknya ketahanan pangan dunia saat ini.

Baca juga: Menghadapi Krisis Kesehatan Global: Varian COVID-19 dan Strategi Vaksinasi Terbaru

Krisis Pangan

Gambaran Krisis Pangan di Seluruh Dunia

GRFC memaparkan bahwa laporan yang disusunnya hanya menjelaskan kondisi 48 dari 73 negara dan wilayah yang mengalami krisis. Dari 48 negara tersebut, 238 juta orang menghadapi kondisi kelaparan yang cukup ekstrem. 

Angka itu naik sebanyak 21,6 juta dari tahun 2022 lalu. Kenaikan tersebut terjadi karena adanya peningkatan populasi terdampak di beberapa negara yang mengalami krisis, seperti Bangladesh, Angola, Ghana, Pakistan, dan Nigeria.

Terdapat sembilan negara yang mengalami penurunan kualitas hidup sejak 2022, beberapa diantaranya mengalami penurunan besar, seperti Sudan dengan jumlah korban bertambah 8,6 juta dan Somalida dan Burundi dengan penambahan korban sebanyak satu juta dari masing-masing negara. 

Jumlah tersebut masih belum termasuk 41 juta orang yang dikabarkan menghadapi kelaparan ekstrem pada 2022 dari negara Myanmar, Suriah, dan Ukraina. Hampir tujuh puluh persen orang yang membutuhkan bantuan pangan berada di 10 besar negara yang mengalami krisis parah. 

Lebih dari separuh pengungsi Suriah yang berada di Yordania dan Lebanon menghadapi kelaparan akut. Data tersebut juga menunjukkan perbaikan krisis pangan yang dialami oleh Sri Lanka dan Kongo yang mampu menurunkan angka kelaparan akumulatif hingga 2,4 juta jiwa.

Selain data di atas, laporan tersebut menyebutkan bahwa empat negara – Sudan Selatan, Burkina Faso, Somalia, dan Mali – memiliki sebanyak 128.600 masyarakat yang menderita bencana pangan. 

Angka ini sebenarnya sudah menurun dari 376.000 pada 2022. Di 36 negara, sebanyak 33,6 juta jiwa berada dalam status darurat. Dua negara yang menyumbang populasi terbanyak, sebesar 6 juta jiwa, adalah Sudan dan Afghanistan.

Hampir 285 juta jiwa di 39 negara mengalami stres pangan. Angka ini lebih tinggi daripada 253 juta jiwa di 41 negara pada 2022. Meskipun tidak membutuhkan bantuan pangan segera, populasi tersebut masih membutuhkan perlindungan sosial dan program pengurangan risiko bencana.

Di Afrika Timur, jumlah penduduk yang menghadapi kekurangan pangan akut mencapai angka tertinggi sejak sembilan tahun terakhir berdasarkan laporan GRFC. Sebanyak 3,5 juta jiwa berada dalam status ini akibat konflik di Sudan.

Di Asia, jumlah penduduk yang menghadapi kekurangan pangan akut menurun secara signifikan di Sri Lanka. Lonjakan ekonomi adalah penyebab utama dari kekurangan pangan di keempat negara Asia: Afghanistan, Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka.

Kondisi tersebut masih belum termasuk anak-anak yang mengalami penurunan berat badan drastis dan kekurangan nutrisi pada ibu akibat sulitnya akses kesehatan dan infeksi penyakit.

Baca juga: Upaya Penguatan Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi

Penyebab Terjadinya Krisis Pangan

Laporan tengah tahun tersebut menyebutkan tiga jenis lonjakan yang, jika digabungkan dengan proporsi populasi terdampak di negara yang mengalami krisis, menjadi penyebab utama terjadinya krisis. Adapun penyebabnya tercatat sebagai berikut.

Konflik

Konflik dan kondisi tidak aman tetap menjadi penyebab utama ketidakamanan pangan yang memengaruhi delapan dari 10 negara yang mengalami kondisi kelaparan parah. Selain itu, keputusan Rusia untuk menghentikan Black Sea Grain Initiative meningkatkan ketidakpastian harga pangan global beberapa bulan setelahnya. 

Kudeta yang terjadi di Nigeria juga diperkirakan dapat mengubah perbaikan ketahanan pangan nasional dan menyebabkan kondisi kelaparan makin meluas. 

Lonjakan Ekonomi 

Meskipun harga pangan global menurun pada 2022, harga pangan domestik yang tinggi terus memengaruhi masyarakat dunia. Di negara dengan pendapatan rendah, tingginya utang masyarakat mengurangi kemampuan pemerintahnya untuk mengimpor makanan dan mengalihkan dampak harga pangan yang tinggi ke populasi yang rentan terkena kelaparan.

Cuaca Ekstrem

Cuaca ekstrem menjadi penyebab utama terjadinya krisis pangan di semua wilayah, kecuali Afrika Barat, Timur Tengah, dan Afrika Utara. El Nino menjadi penyebab peningkatan suhu global yang terjadi saat ini dan cuaca ekstrem yang diperkirakan lebih buruk selama sembilan hingga 12 bulan mendatang.

Entah disebabkan oleh pengaruh luar atau manusia, krisis pangan yang menjangkiti banyak negara perlu segera diselesaikan oleh PBB dengan bantuan dan kepedulian dari seluruh masyarakat dunia. 

Keterlambatan penyelesaian masalah ini tidak hanya berdampak buruk pada kondisi pangan dan ekonomi negara terdampak, tetapi juga mengurangi harapan hidup para korban.

Never miss any important news. Subscribe to our newsletter.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan lewatkan informasi terbaru dari kami. Silakan berlangganan buletin kami.

Recent News

Editor's Pick